"Dan (Ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar .. Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai". (Luqman: 13-19)
Surat Luqman secara umum, terutama
ayat 13-19 difahami sebagai surat yang harus dibaca saat prosesi aqiqah atau
kesyukuran atas kelahiran seorang anak, dengan harapan bahwa sang ayah nantinya
dapat meneladani tokoh Luqman yang diabadikan wasiatnya dan sang anak juga
dapat mengikuti petuah dan nasehat seperti halnya anak Luqman.
Tentu pemahaman ini dapat diterima,
mengingat secara tekstual ayat-ayat ini memang berbicara secara khusus tentang
pesan Luqman dalam konteks mendidik anak sesuai dengan pesan Al-Quran. Apalagi
pesan Luqman dalam surat ini sebenarnya adalah pesan Allah yang dibahasakan
melalui lisan Luqman Al-Hakim sehingga sifatnya mutlak dan mengikat; pesan
Luqman dalam bentuk perintah berarti perintah Allah, demikian juga nasehatnya
dalam bentuk larangan pada masa yang sama adalah juga larangan Allah yang harus
dihindari.
Luqman yang dimaksud dalam ayat-ayat
ini menurut Ibnu Katsir adalah Luqman bin Anqa bin Sadun. Ia adalah anak dari
seorang bapak yang Tsaaran. Pengabadian kisah Luqman memang berbeda dengan
pengabdian tokoh lain yang lebih komprehensif. Pengabadian Luqman hanya
berkisar seputar nasehat dan petuahnya yang sangat layak dijadikan acuan dalam
mendidik anak secara Islami.
Tentu masih banyak lagi cara Islami
dalam mendidik anak berdasarkan ayat-ayat atau hadits Rasulullah saw yang lain.
Namun paling tidak, pesan Luqman ini bukan sekedar pesan biasa umumnya seorang
bapak kepada anaknya, namun merupakan pesan yang penuh dengan sentuhan kasih
sayang dan sarat dengan muatan ideologis serta tersusun berdasarkan skala
prioritas dari pesan agar mengesakan Allah dan tidak menmpersekutukannya sampai
pada pesan untuk bersikap tawadu dan santun yang tercermin dalam cara berjalan
dan berbicara. Kedua jenis pesan dan nasehat tersebut ternyata tidak keluar
dari dua prinsip utama dalam ajaran Islam yaitu ajaran tentang akidah dan
akhlak.
Menurut Sayid Quthb, rangkaian
ayat-ayat berbicara tentang Luqman dan nasihatnya yang diawali dengan anugerah
hikmah kepada Luqman di ayat 12 merupakan pembahasan kedua dari pembahasan
surat Luqman yang masih sangat terkait dengan pembahasan episode pertama, yaitu
persoalan akidah. Pesan Luqman sendiri pada intinya adalah pesan akidah yang
memiliki beberapa konsekuensi; di antaranya berbakti dan berbuat maruf kepada
kedua orang tua sebagai bukti rasa syukur atas kasih sayang dan pengorbanan
mereka merupakan tuntutan atas akidah yang benar kepada Allah swt. Senantiasa
merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap langkah dan perbuatan
merupakan aktualisasi dari keyakinan akan sifat Allah Yang Mengetahui, Maha
Mendengar dan Maha Mengawasi.
Serta menjalankan aktifitas amar
maruf dan nahi munkar yang disertai dengan sikap sabar dalam menghadapi segala
rintangan dan tantangan merupakan bukti akan keluatan iman yang bersemayam di
dalam hati sanubari, hingga pada pesan untuk senantiasa bersikap tawadu dan
tidak sombong, baik dalam bersikap maupun dalam berbicara. Semuanya tidak lepas
dari ikatan dan tuntutan akidah yang benar.
Dominasi pembahasan seputar akidah
dalam surat ini memang wajar karena surat Luqman termasuk surat Makkiyyah yang
notabene memberi fokus pada penanaman dan penguatan akidah secara prioritas..
Terlepas dari pro kontra siapa
Luqman sesungguhnya; apakah ia seorang nabi ataukah ia hanya seorang lelaki
shalih yang diberi ilmu dan hikmah, yang jelas jumhur ulama lebih cenderung
memilih pendapat yang mengatakan bahwa ia hanya seorang hamba yang shalih dan
ahli hikmah, bukan seorang nabi seperti yang diperkatakan oleh sebagian ulama.
Gelar Al-Hakim di akhir nama Luqman tentu gelar yang tepat untuknya sesuai
dengan ucapannya, perbuatan dan sikapnya yang memang menunjukkan sikap yang
bijaksana. Allah sendiri telah menganugerahinya hikmah seperti yang ditegaskan
dalam ayat sebelumnya:
"Dan sesungguhnya telah Kami
berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (Luqman: 12)
Yang menarik disini bahwa ternyata
sosok Luqman bukanlah seorang yang terpandang atau memiliki pengaruh. Ia hanya
seorang hamba Habasyah yang berkulit hitam dan tidak punya kedudukan sosial
yang tinggi di masyarakat. Namun hikmah yang diterimanya menjadikan ucapannya
dalam bentuk pesan dan nasehat layak untuk diikuti oleh seluruh orang tua tanpa
terkecuali. Hal ini terungkap dalam riwayat Ibnu Jarir bahwa seseorang yang
berkulit hitam pernah mengadu kepada Said bin Musayyib. Maka Said
menenangkannya dengan mengatakan: "Janganlah engkau bersedih (berkecil
hati) karena warna kulitmu hitam. Sesungguhnya terdapat tiga orang pilihan yang
kesemuanya berkulit hitam, yaitu Bilal, Mahja maula Umar bin Khattab dan Luqman
Al-Hakim".
Rangkaian pesan dan nasehat Luqman
yang tersebut dalam 7 ayat di atas secara redaksional dapat dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu bentuk larangan yang berjumlah 3 ayat dan redaksi perintah yang
berjumlah 3 ayat. Sedangkan yang mengapit antara keduanya adalah pesan untuk
senantiasa muraqabtuLlah karena Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh
setiap hambaNya tanpa terkecuali meskipun hanya sebesar biji zarrah dan dilakukan
di tempat yang sangat mustahil diketahui oleh siapapun melainkan oleh Allah
swt. Tiga larangan yang dimaksud adalah larangan mempersekutukan Allah,
larangan mentaati perintah kedua orang tua dalam konteks kemaksiatan, serta
larangan bersikap sombong.
Sedangkan nasehat dalam bentuk
perintah diawali dengan perintah berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang
tua dalam keadaan apapun mereka yang diringi dengan mensyukuri Allah atas
segala anugerah dan limpahan rahmatNya dalam beragam bentuk, perintah untuk
mendirikan shalat, memerintah yang maruf dan mencegah yang munkar serta
perintah bersikap sederhana dalam berjalan dan bersuara (berbicara).
Dalam menjelaskan secara aplikatif
tafsir ayat 15 dari surat Luqman ini, Ibnul Atsir dalam kitab Usudul Ghabah ( 2:
216) menukil riwayat Thabrani yang mengetengahkan kisah seorang anak yang
bernama Saad bin Malik yang tetap berbakti menghadapi ibundanya yang menentang
keras keislamannya dengan melakukan aksi mogok makan beberapa hari lamanya
sehingga terlihat kepenatan menimpa ibundanya. Namun dengan tegas dan tetap
menunjukkan baktinya Saad berkata dengan bijak kepada ibundanya: "Wahai
ibu, sekiranya engkau memiliki seratus nyawa. Lalu satu persatu nyawa itu
keluar dari jasadmu agar aku meninggalkan agama (Islam) ini maka aku tidak akan
pernah menuruti keinginanmu. Jika engkau sudi silahkan makan makanan yang telah
aku sediakan. Namun jika engkau tidak berkenan, maka tidak masalah."
Akhirnya ibu Saad pun memakan
makanan yang dihidangkannya, karena merasa bahwa upaya yang cukup ekstrim itu
tidak akan meluluhkan keteguhan hati anaknya dalam agama Islam. Tentu sikap
yang bijak yang ditunjukkan oleh seorang anak terhadap sikap memaksa kedua
orang tuanya yang digambarkan dalam ayat ke 15 tidak akan hadir secara instan
tanpa didahului oleh pemahaman yang benar akan akidah Islam, terutama akidah
kepada Allah.
Kisah di atas jelas merupakan sebuah
kisah yang sangat menarik dan berat untuk difahami dalam konteks kekinian.
Bagaimana secara sinergis seorang anak tetap mampu menghadirkan sikap bakti
kepada orang tua dengan tetap mempertahankan ideologi dan keyakinan yang
dianutnya yang berbeda dengan keyakinan kedua orang tuanya. Pada ghalibnya
seorang anak akan merasakan kesukaran dan keberatan untuk menimbang antara
ketaatan kepada perintah orang tua dan bersikap ihsan serta berbakti kepada
keduanya.
Menurut Ibnu Katsir berbakti kepada
kedua orang tua adalah dalam konteks bersilaturahim, mendoakan dan memberikan
bantuan yang semestinya yang harus dibedakan dengan ketaatan yang berujung
kepada bermaksiat kepada Allah. Tentang hal ini, Sufyan bin Uyainah pernah
berkata :
"Barangsiapa yang menegakkan
shalat lima waktu berarti ia telah mensyukuri Allah dan barangsiapa yang
senantiasa berdoa untuk kedua orang tuanya setiap selesai shalat, maka berarti
ia telah mensyukuri kedua orang tuanya."
Sungguh sebuah sikap yang matang dan
bijak yang tentu berawal dari model pendidikan yang bernuansa akidi dan akhlaqi
dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kekinian yang seimbang dengan
landasan prinsip dalam berIslam secara baik dan benar. Anak-anak sekarang
sangat mendambakan nasehat orang tua yang memperkuat, bukan memanjakan karena
memang mereka hidup untuk zaman yang berbeda dengan zaman kedua orang tuanya
seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah dalam haditsnya:
"Pilihlah tempat nuthfahmu
untuk dibuahkan. Karena sesungguhnya anak-anakmu dilahirkan untuk zaman mereka
yang berbeda dengan zamanmu."
Demikian nasehat dan pesan Luqman
dalam mendidik anaknya yang didahului oleh pendidikan akidah tentang keEsaan
Allah dan pengetahuanNya yang absolut yang akan melahirkan sikap mawas diri,
hati-hati dan muraqabatuLlah dalam bersikap dan bertindak. Kekuatan dan
kemantapan akidah tersebut akan terespon dan termanifestasikan dalam berakhlak
dan berperilaku kepada orang lain, terutama sekali terhadap kedua orang tua.
Sungguh satu upaya yang serius dari
seorang Luqman yang bijak untuk mendekatkan dan memperkenalkan seorang anak
sejak dini dengan RabbNya yang berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan lahir
dan bathin, serta menjadikannya memiliki tingkat imunitas dan pertahanan diri
yang kokoh menghadapi beragam godaan kehidupan yang dirasa kian melalaikan dan
menjerumuskan. Allahu alam.
urat
Luqman secara umum, terutama ayat 13-19 difahami sebagai surat yang
harus dibaca saat prosesi aqiqah atau kesyukuran atas kelahiran seorang
anak, dengan harapan bahwa sang ayah nantinya dapat meneladani tokoh
Luqman yang diabadikan wasiatnya dan sang anak juga dapat mengikuti
petuah dan nasehat seperti halnya anak Luqman. - See more at:
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2214943/pendidikan-islami-gaya-lukmanul-hakim#sthash.xkVXsbBV.dpuf