Selasa, 29 Maret 2016

Membangun GENERASI QUR'ANI Sejak Usia Dini

Membangun Sekolah Visioner
Oleh Jaja Jamaludin

Ajarilah anak-anakmu, karena mereka akan hidup bukan pada zamanmu (Saidina Ali r.a)

ARUS globalisasi yang amat deras telah, sedang dan akan terus dirasakan oleh lapisan masyarakat muslim di negeri kita. Intensitas arus globalisasi itu ternyata lebih dirasakan sebagai serangan "virus" kebudayaan yang tak menyisakan prilaku positif.

Tidak sedikit anak-anak seusia sekolah lebih mengkiblatkan pemikiran, prilaku dan gaya hidupnya kepada kaum hedonis-- sebagai anak kandung materialime secular--yang tampil hampir tiap saat di layar TV dan langsung menyerang ke dalam ruang-ruang kamar dan rumah anak-anak muslim. Andaikata, sistem keluarga, sistem sekolah, dan kultur masyarakat kita tidak menyadari dan tidak melakukan upaya protektif, niscaya generasi kita ke depan akan kehilangan jatidari dan orientasi hidup.

Persoalannya adalah apa yang dapat kita lakukan?
Bagaimana membangun proteksi sekaligus membangun karakter anak-anak kita menjadi generasi berkepribadian, memiliki ideologi yang kuat, memiliki orientasi hidup dan gaya hidup seperti Rasululla Saw?

Persoalan di atas dapat diklasifikasikan sesuai posisi dan peran kita. Sebagai orang tua segeralah dekati anak-anak, ajarilah mereka hidup sesuai ajaran yang telah Rasulullah Saw teladankan.
Sebagai institusi dan praktisi pendidikan persiapkan dan bangunlah paradigma sekolah visioner.

Kata visioner dalam judul di atas sesungguhnya diinterpretasi dari ucapan Saidina Ali ra di atas. Ungkapan Saidina Ali ra sangat jelas dan tegas bahwasannya mendidik anak-anak harus berorientasi kepada masa depan. Tentu saja, apa yang diajarkan saat ini kepada anak-anak kita haruslah mengandung bekal yang mampu menjawab tantangan masa depan mereka yang akan hidup bukan atau berbeda dengan zaman saat ini.

Dalam kata visioner tersebut juga include makna bahwa pendidikan harus berbasis pada tata Nilai Islami. Dengan kata lain, menyebut istilah visioner yang merujuk pada filosofi Saidina Ali ra tentu juga harus berwawasan Islam.

Sekolah atau institusi pendidikan seyogyanya telah menempatkan diri pada guide line di atas sebagai sekolah visioner. Sekolah visioner merupakan sekolah yang senantiasa kreatif dalam berpikir, bertindak menjunjung nilai-nilai luhur Islam, menghargai etika dan sosio kultur masyarakatnya yang positif.

Eksistensi sekolah visioner semacam ini pada gilirannya akan menjadi "magnet" bagi tumpuan dan harapan setiap orang tua. Sistem sekolah visioner senantiasa menempatkan siswa sebagai sentral dalam proses pendidikan. Sekolah visioner juga senantiasa memiliki visi dan upaya untuk menjemput peradaban masa depan.

Sedikitnya terdapat 4 (empat) faktor fundamental sistem sekolah yang menjadi identitas sekolah visioner.

Pertama, Sekolah visioner memiliki jati diri idiologi (eigen ideology) yang jelas dan tegas, yakni pradigma pendidikan Islami yang sekaligus menjadi mazhab dalam menyelenggarakan proses pendidikannya. Faktor eigen ideology ini merupakan syarat-mesti (necessary condition). Bila faktor ini tidak ada, dipastikan sekolah akan mengalami kondisi quo-vadis. Bahkan jika sekolah itu tetap dipertahankan, maka yang berlaku adalah wujuduhu ka adamihi (ada sekolah sama dengan tidak ada sekolah). Alih-alih ingin menghasilkan generasi unggul, yang keluar malah generasi tawuran, hedonis dan akrab dengan narkoba. Ini karena mereka (sekolah-sekolah itu) tidak memiliki eigen ideology sekolah.

Kedua, sekolah visioner didukung oleh suprastruktur yang memiliki pencerahan pemikiran dalam "membangun generasi qur'ani".
Pengurus yayasan, pimpinan sekolah, dewan guru, karyawan sekolah harus memahami eigen ideology sekolah. Mereka harus menjadi teladan dan bersih pikirannya dari money oriented. Termasuk dalam faktor kedua ini penciptaan iklim demokratis, partisipatif dan kolaboratif antar SDM sekolah menjadi bagian tak terpisahkan dari SDM sekolah tersebut. Pemenuhan syarat kedua ini akan memberikan jaminan bahwa sistem sekolah steril dari interes-interes liar yang acapkali diboncengkan oleh SDM sekolah.

Ketiga, sekolah visioner didukung oleh infrastruktur sistem persekolahan yang memadai. Sekolah visioner tidak menampilkan kemewahan dalam hal fasilitas sekolah namun memiliki fasilitas yang memadai untuk dapat sukses dalam mencapai target-target misi dan visi sekolah. Infrastruktur sekolah senantiasa efektif dan efesien karena sekolah visioner menyadari bahwa penghamburan dana merupakan tindakan kurang bijaksana.

Keempat, sekolah visioner senantisa memiliki sistem supervisi secara komprehensif. Supervisi dalam hal akademik, kesiswaan dan SDM sekolah. Seluruhnya dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Dalam melakukan supervisi, sekolah visioner senantiasa berpijak pada prinsip transparansi dan objektivitas yang tinggi. Dalam supervisi, sekolah visioner tidak membiarkan iklim-iklim psikologis kurang baik berkembang karena hal itu hanya akan menyeret sistem sekolah kembali pada pola dan tradisi sekolah pada umumnya yang memang tidak sepenuhnya memiliki iklim psikologis kerja yang sehat.
(Penulis adalah Praktisi Pendidikan pada Sekolah Harapan Ibu Jakarta)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar